Pendewasaan Hati


Saya kira awalnya kalimat ‘Waktu akan mendewasakan’ hanya kalimat klise berisi penghiburan bagi mereka yang gagal memahami diri mereka sendiri di masa kini. Sampai akhirnya saya sadar bahwa mungkin kalimat itu benar. Ternyata di sebagian besar orang, waktu memang benar bisa mendewasakan. Setidaknya itu yang saya rasakan terjadi pada diri saya sendiri.

Kemarin malam ketika episode terakhir drama Hospital Playlist ditayangkan, dibanding langsung menonton episode terakhirnya, saya lebih memilih sibuk mencari spoiler di media sosial untuk memuaskan rasa penasaran saya. Sampai akhirnya saya melihat cuplikan adegan ketika Lee Ik Jun membuat pengakuan secara tersirat namun cukup gamblang kepada Chae Song Hwa, sahabatnya sendiri setelah 20 tahun lamanya ia memendam perasaan.



Saya pikir saya sudah cukup gila dengan memberanikan diri mengakui perasaan saya pada cinta pertama saya. Mengakui bahwa saya sudah mencintai orang itu sejak kami duduk di bangku sekolah menengah pertama belasan tahun yang lalu. Ternyata di luar sana masih ada penulis skenario yang menuliskan kisah di mana tokohnya butuh 20 tahun untuk bisa berani menyatakan perasannya. 20 tahun dibiarkan berlalu dalam pengandaian dan mungkin saja penyesalan.

Jujur saja setelah melihat adegan itu, saya seperti ditarik ke masa beberapa tahun lalu. Tahun di mana saya mulai kelelahan mencoba melupakan dan menggantikan sosok orang itu. Lelaki pertama yang memberikan kesan cukup mendalam di hati saya. Tahun dimana saya dengan hanya bermodalkan dorongan untuk move one yang diberikan oleh teman-teman yang saya temui dalam sebuah grup chat pembacalah yang akhirnya berhasil mendorong saya mengungkapkan perasaan yang sudah lebih dari sewindu saya rahasiakan.

Menyatakan perasaan kepada mereka yang kita sayang bukanlah sebuah prestasi yang bisa dibanggakan. Saya tidak mengerti dengan mereka yang berujar bahwa saya cukup keren karena saya berani menyatakan perasaan duluan. Menyatakan perasaan bukan perkara keren-kerenan, hal itu perkara seberapa besar perasaan itu akhirnya membebani hidupmu dan ingin kamu lepas. Saat itu, mungkin merupakan puncak dari rasa lelah saya.

Setelah pernyatan cinta saya terhadap orang itu ternyata masalah tidak langsung selesai. Saya tidak otomatis langsung berhasil move on dan sepenuhnya melupakan orang itu. Saya bahkan sempat berpikir apa yang saya lakukan saat itu sebagai sebuah aib. Ada tahun-tahun yang saya lalui dalam penyesalan, tahun-tahun setelah tahun pernyataan cinta saya itu. Tahun-tahun di mana saya tidak hentinya memaki diri sendiri dan menganggap diri sendiri cukup bodoh sampai mau menyatakan perasaan yang selama ini saya rasa cukup saya simpan dalam bait-bait tulisan di blog pribadi saya saja. Toh tidak ada yang berubah setelah pengakuan itu. Saya tetap tertatih-tatih mencoba menghapuskan dia seluruhnya, ada malam-malam di mana saya masih bisa patah hati karena mendengar kabar gembira mengenai dia. Ada pagi-pagi di mana dada saya sesak karena dipaksa terbangun dalam mimpi di mana dia berada di dalamnya. Hari-hari yang saya lalui dalam tahun-tahun itu adalah hari-hari di mana saya bersikap keras pada diri sendiri, hari-hari di mana saya kesulitan untuk memaafkan dan menerima diri saya sendiri. Syukurlah setelah melewati fase menolak percaya dengan apa yang saya lakukan, fase sibuk mencari validasi dan pembenaran, hingga fase pura-pura melupakan, akhirnya saya sampai di fase penerimaan. Saya akhirnya bisa menerima bahwa menyatakan perasaan adalah hal yang normal. Bahwa mencintai orang lain tanpa bermaksud menyakiti siapapun dan memaksa orang tersebut membalas perasaaan kita bukanlah hal yang salah. Dan persetan dengan harga diri dan gengsi, menyatakan perasaan duluan menurut saya tidak mengurangi nilai saya sebagai seorang perempuan. Meski belum tentu di masa yang akan datang saya akan berani secara gamblang menyatakan perasaan saya, tapi saya menghargai siapapun yang berani menyatakan perasaannya tanpa memandang apa jenis kelaminnya.

Saya hari ini bukanlah saya yang sama dengan saya di masa lalu. Hari ini saya sudah bisa mensyukuri kenekatan saya hari itu. Menyaksikan ucapan Ik Jun pada Song Hwa membuat saya bersyukur. Saya bersyukur saya berani nekat menyatakan perasaan saya hari itu, saya bersyukur saya tidak pernah mengemis minta dicintai balik oleh orang itu. Saya bersyukur meski harus tertatih setelahnya, saya bisa sampai di titik sekarang, di mana saya sudah menerima apapun yang terjadi pada orang itu dan juga apa yang terjadi pada diri saya. Tidak terbayang rasanya jika waktu itu saya mundur dan memilih menyimpan perasaan saya, mungkin saya tidak akan pernah mendapati  penutup yang jelas dalam kisah ini. Saya bersyukur, dengan segala kebaikan hati orang itu, yang meskipun dia dengan segala keterbatasannya memang tidak bisa membalas perasaan saya, tapi dia menerima bahwa saya pernah menyayangi dia, saya bersyukur dengan segala respon yang dia berikan. Kini saya tidak lagi bertanya mengenai ‘Bagaiamana seandainya?’. Karena dunia nyata yang kami jalani hari ini bukanlah pengandaian lagi.

Minggu lalu saya sempat memimpikan orang itu. Saya cukup kaget mendapati bahwa tidak ada lagi rasa sesak ataupun air mata yang masih bisa mengalir karena kehadiran sosok itu meski dalam mimpi. Saya baik-baik saja, terbangun dalam keadaan tersenyum karena merasa cukup lega bahwa akhirnya hati saya cukup dewasa untuk menerima, memaafkan, mensyukuri dan mengikhlaskan. Saya rasa benar, waktu memang bisa kita andalkan untuk mendewasakan diri kita. Mungkin hari ini kita belum mengerti, besok ataupun lusa belum juga tentu mengerti. Bukan masalah, kita tidak harus memahami semua hal saat ini juga. Kita akan baik-baik saja nantinya, selama langkah kita terus berjalan, akan ada masanya nanti kita mengerti.

Kepada orang itu, terimakasih pernah mewarnai masa remaja saya. Terimakasih sudah menjadi jalan untuk saya belajar banyak. Semoga saya dan kamu bisa bahagia dengan kehidupahn kita masing-masing. Saya tidak bisa menjanjikan bahwa saya akan dengan cukp ramah bisa menyapamu jikalau nanti kita bersisihan jalan, namun saya cukup yakin bahwa saya mampu memberikan senyuman dan anggukan kepala tanda bahwa kita sama-sama mengerti, kita sudah cukup dewasa. Selamat berbahagia J

Regards,

Ayu Asnawi

CONVERSATION

0 comments:

Back
to top