Mencari Nyaman dalam Ketidaknyamanan

Seorang teman saya dulu pernah berkata bahwa saya membutuhkan waktu lebih lama untuk berdamai dengan keadaan. Refleks pertama saya saat harus terpaksa berhadapan dengan ketidaknyamanan adalah melarikan diri. Mencari distraksi, seolah-olah masalah yang sebenarnya tidak pernah benar-benar ada untuk kemudian kembali terpekur memandangi bahwa masalah yang saya tinggalkan tidak bergerak barang seinchipun dari tempat masalah tersebut saya tinggalkan. Saya terbiasa membiarkan hal-hal yang tidak membuat saya nyaman terdiam berhari-hari tanpa saya atasi. Sembari melakukan distraksi, saya sebenarnya tidak pernah benar-benar berhasil melupakan ketidaknyamanan saya. Saya masih bisa beraktivitas normal, seolah ketidaknyamanan itu tidak pernah saya rasakan, namun beban di dada seolah ada batu besar yang mengganjal saluran pernafasan saya, menunjukkan bahwa rasa tidak nyaman yang saya rasakan nyata, dan saya hanya menghabiskan waktu dengan melarikan diri, karena pada akhirnya semua ketidaknyamanan, semua masalah, semua hal yang saya hindari harus benar-benar saya hadapi untuk saya rapikan agar saya bisa merasa sedikit lebih nyaman.

Seringkali saya merasa jikalau perilaku melarikan diri ini merugikan. Seandainya waktu yang saya pakai kabur dan menolak kenyataan bisa saya gunakan sebagai waktu di mana saya mengambil alih dan membereskan semua masalah dengan lebih cepat, saya tidak perlu lama-lama menyiksa diri saya. Saya akan merasa lebih nyaman dengan cepat, namun saya masih memilih menjadi saya yang lama. Yang tetap lari ketika merasa tidak sanggup, padahal pada akhirnya tidak pernah ada pilihan lain selain menghadapi ketidaknyamanan yang saya rasakan dan menemukan bagaimana caranya agar saya bisa merasa nyaman di tengah ketidaknyamanan.

Ketidaknyamanan mengizinkan saya bertumbuh dan belajar menjadi mahkluk yang lebih baik. Akan selalu ada lompatan yang bisa saya pelajari. Hari-hari yang tenang tidak membuat saya lebih tangguh. Pelaut tidak akan tangguh jika hanya berhadapan dengan ketenangan laut tanpa badai. Sama halnya dengan hidup saya, sebanyak apapun ketidaknyamanan yang ingin saya hindari, semuanya merupakan satu paket dari takdir Tuhan yang tidak bisa saya pilah-pilih sesuka hati. Saya hanya perlu belajar mencari nyaman dalam ketidaknyamanan. Karena ketidaknyamanan akan terus ada di tiap titik hidup saya untuk memberikan saya sebuah pembelajaran.


A

CONVERSATION

0 comments:

Back
to top